Langsung ke konten utama

Stress & Health

 

Stres merupakan suatu kondisi yang sangat sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Stres tidak memandang bulu, karena setiap manusia pasti pernah mengalaminya –hanya saja dengan intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Stres dan Stresor

Hubungan antara Stres dan Stresor

            Stres adalah istilah yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan respon fisik, emosional, kognitif, hingga perilaku terhadap suatu peristiwa yang dinilai sebagai suatu ancaman atau tantangan. Peristiwa-peristiwa yang menjadi penyebab dari stres disebut dengan stresor –yang dapat muncul dari individunya sendiri ataupun dari luar, dari tingkat rendah hingga parah.

            Stres tampil dalam berbagai macam bentuk. Contoh fisiknya, yaitu kelelahan yang tak biasa, masalah tidur, flu yang datang berkali-kali, bahkan sakit dada dan mual. Orang-orang yang sedang mengalami stres biasanya berperilaku berbeda, seperti berjalan mondar-mandir, makan terlalu banyak, nangis terlalu sering, merokok atau mabuk lebih parah daripada biasanya, hingga menyerang orang lain dengan pukulan atau lemparan barang. Secara emosional, gejala yang muncul biasanya berupa kecemasan, depresi, ketakutan, gelisah, amarah, dan frustasi. Sedangkan gejala mentalnya mencakup masalah konsentrasi, ingatan, pengambilan keputusan, dan kehilangan selera humor.

            Penyebab dari stres –atau stresor– ini dibedakan menjadi dua jenis. Yang pertama, yaitu stresor penyebab distress, yang terjadi ketika seseorang mengalami stresor yang tidak menyenangkan. Sedangkan jenis kedua, yaitu stresor penyebab eustress, yang muncul akibat suatu peristiwa positif, namun tetap menuntut individu untuk beradaptasi atau berubah; selanjutnya, eustress ini dianggap sebagai jumlah optimal stres yang dibutuhkan setiap orang untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup. Setiap orang memiliki cara tangkap berbeda terhadap stresor: bisa jadi suatu hal yang dianggap sebagai eustress oleh seseorang malah dianggap sebagai distress bagi orang lain.

Stresor Lingkungan: Tiga Tipe Peristiwa Eksternal Penyebab Stres

1.      Catastrophe

Catastrophe adalah suatu peristiwa skala besar yang tak terprediksi, yang mana menyebabkan kebutuhan yang sangat besar untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri, serta menyebabkan perasaan terancam yang sangat parah.

Contoh: perang, angin topan, kebakaran, banjir, kecelakaan, dan tragedi ataupun bencana lainnya.

2.      Major Life Changes

Terkadang ada beberapa peristiwa besar yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti pernikahan dan memilih universitas, yang juga memaksa individu untuk menyesuaikan diri dan berubah. Penyesuaian diri dan perubahan inilah yang menjadi inti dari stres menurut penelitian awal di lapangan (Holmes & Rahe, 1967).

3.      Hassles

Hassles merupakan gangguan-gangguan dan kejengkelan-kejengkelan kecil yang memiliki dampak terhadap kesehatan, terutama jika terjadi dari hari ke hari. Lazarus dan Folkman (1984) menjadi salah satu ahli yang mengembangkan hassles scale.

Stresor Psikologis

1.      Pressure

Pressure adalah pengalaman psikologis yang muncul akibat tuntutan yang sangat penting atau ekspektasi terhadap perilaku seseorang yang bersumber dari luar. Pressure ini biasanya terjadi ketika seseorang dipaksa untuk bekerja lebih cepat atau lebih berat.

Psikolog Teresa Amabile menemukan bahwa time pressure secara dramatis menurunkan level kreativitas dan inovatifitas. Walaupun beberapa orang banyak yang setuju bahwa bekerja di bawah tekanan dapat meningkatkan kinerja, namun sebenarnya tekanan dapat memberikan dampak negatif.

2.      Uncontrollability

Faktor lain yang dapat meningkatkan pengalaman stres, yaitu ketidakmampuan seseorang dalam mengatur situasi atau peristiwa tertentu. Semakin kecil kontrolnya, maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan.

3.      Frustration

Frustration terjadi ketika seseorang dihambat atau dicegah, sehingga tidak dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Internal frustrations –atau yang dapat disebut juga sebagai personal frustrations– terjadi ketika tujuan atau kebutuhan tidak dapat dicapai karena karakteristik pribadi/internal seseorang tidak memadai.

Persistence menjadi respon pertama yang biasanya diberikan seseorang dalam menghadapi frustration, yaitu dengan melanjutkan usaha-usaha yang dilakukan terhadap apapun yang menyebabkan frustration.

Aggression merupakan aksi-aksi yang bertujuan untuk menyakiti atau merusak barang ataupun orang lain. Para psikolog awal-awal di bidang behaviorisme mencetuskan hubungan antara frustration dengan aggression, yaitu frustration–aggression hypothesis (Dollard et al., 1939; Miller et al., 1941). Berkowitz (1993) menyatakan bahwa frustration membentuk suatu kesiapan internal untuk menyatakan aggression, namun aggression tidak akan terjadi jika tidak ada sinyal-sinyal eksternal lainnya yang muncul.

Displaced aggression adalah bentuk respon pengeluaran frustration pada keadaan yang kurang mengancam atau target yang lebih mungkin untuk tercapai.

Escape atau withdrawal adalah respon yang meninggalkan kehadiran dari stresor, baik secara sungguhan, maupun dengan withdrawal psikologis melalui fantasi, penyalahgunaan obat, atau perilaku apatis.

4.      Conflict

Conflict terjadi kapanpun diri seseorang terobek atas dua atau lebih keinginan/target yang saling bertentangan.


 

Faktor Psikologis: Stres dan Kesehatan

General Adaptation Syndrome (GAS)

            Endokrinolog Hans Selye menjadi penemu bidang penelitian mengenai stres dan efeknya terhadap tubuh. Ia mempelajari urutan reaksi-reaksi psikologis yang terjadi dalam tubuh ketika beradaptasi terhadap suatu stresor. Urutan ini yang disebut dengan general adaptation syndrome (GAS):

        i.            Alarm

Ketika tubuh pertama kali bereaksi terhadap suatu stresor, sistem saraf simpatis teraktivasi.

      ii.            Resistance

Sebagaimana stres berlanjut, tubuh tetap melanjutkan respon-respon hingga stresor berhenti/hilang atau hingga sumber daya individu tersebut sudah habis terpakai.

    iii.            Exhaustion

Ketika seluruh sumber daya telah terpakai, kelelahan terjadi. Kelelahan inilah yang dapat berujung pada penyakit-penyakit yang berhubungan dengan stres hingga kematian. Ketika stresor berhenti/hilang, sistem saraf parasimpatis teraktivasi dan tubuh akan mencoba untuk mengisi kembali sumber daya yang sebelumnya habis.

 


Sistem Imun dan Stres

            Sebagaimana yang ditemukan oleh Selye, sistem imun (sistem dari sel, organ, dan zat-zat kimia dalam tubuh yang merespon untuk melawan penyakit dan cedera) dipengaruhi oleh stres. Psikoneuroimunologi menjadi cabang ilmu psikologi yang mempelajari efek dari faktor-faktor psikologis –seperti stres, emosi, pikiran, pembelajaran, dan perilaku– terhadap sistem imun. Para ahli menemukan bahwa stres memicu respon imun sama seperti picuan infeksi (Maier & Watkins, 1998).

            Hormon memegang peran dalam membantu sistem imun melawan efek stres. Penelitian menemukan sebuah hormon yang disebut dengan dehydroepiandrosterone (DHEA), atau yang dikenal dalam menyediakan antistres pada hewan, dan menolong manusia untuk mentoleransikan stres –mungkin dengan mengurangi efek stres pada hipokampus (bagian dari sistem limbik).

            Penelitian menemukan bahwa stres jangka panjang dapat mengakibatkan zat-zat kimia pengontrol respon inflamasi menjadi kurang efektif; bahkan, dapat menyebabkan penyakit-penyakit fatal –seperti radang sendi, penyakit hati, diabetes, dan kanker (Hildreth, 2008; Pashkow, 2011; Rakoff-Nahoum, 2006).

 

Psikologi Kesehatan

            Psikologi kesehatan berfokus pada bagaimana aktivitas fisik, sifat psikologis, dan hubungan sosial berpengaruh terhadap kesehatan secara keseluruhan dan terhadap tingkat penyakit. Psikolog kesehatan juga berusaha untuk memahami bagaimana perilaku (penggunaan obat-obatan, optimisme, kepribadian, atau jenis makanan yang dikonsumsi) dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan penyakit. Mereka juga mencari tahu bagaimana faktor-faktor –seperti kemiskinan, kekayaan, agama, dukungan sosial, kepribadian, dan bahkan suku seseorang– mempengaruhi kesehatan.

 

Faktor Kognitif dalam Stres

            Psikolog Kognitif Richard Lazarus mengembangkan pandangan kognitif terhadap stres yang disebut dengan cognitive–mediational theory. Menurutnya, ada proses dua langkah dalam menilai tingkat ancaman atau bahaya dari suatu stresor dan bagaimana reaksi yang harus dikeluarkan setelahnya:

1.      Primary Appraisal, yang mencakup perkiraan tingkat keparahan stresor dan pengklasifikasiannya sebagai ancaman (sesuatu yang berpotensi berbahaya di masa yang akan datang), tantangan (sesuatu yang ditemui dan dilawan), atau suatu bahaya atau kehilangan yang memang sudah terjadi. Setiap stresor memunculkan respon-respon yang berbeda berdasarkan pengklasifikasiannya:

a)      Stresor sebagai ancaman akan membangkitkan emosi-emosi negatif yang menghalangi kemampuan seseorang untuk menanggulangi ancaman tersebut.

b)      Stresor sebagai tantangan memungkinkan untuk membentuk persiapan, sehingga stres yang didapat pun lebih positif dan ringan.

 

2.      Secondary Appraisal, yang mencakup perkiraan sumber daya yang tersedia untuk menanggulangi ancaman atau bahaya yang datang. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa energi, waktu, uang, dukungan sosial, dan sebagainya. Semakin berlimpah sumber daya tersebut, maka stres yang dirasakan pun semakin ringan; begitu pun sebaliknya.

            Contoh apliktif: Ketika seseorang secara dadakan membutuhkan pengobatan dengan keadaan memiliki tabungan darurat tidak akan merasa lebih stres jika dibandingkan dengan orang lain yang tidak memiliki tabungan darurat untuk membayar biaya pengobatan.



Tambahan dari cognitive appraisal approach adalah cognitive reappraisal approach (Jamieson et al., 2012, 2013). Penelitian menunjukkan bahwa dengan memberikan instruksi untuk menilai ulang arousal ketika mengalami suatu stresor dapat membantu menggeser efek-efek negatif dengan efek-efek positif.

 

Faktor Kepribadian dalam Stres

Personality Types

A.     Type A personality: ambisius, sadar akan waktu dan benci membuang waktu, pekerja keras, dan cenderung memiliki tingkatan tinggi dalam kebencian dan amarah, serta mudah kesal.

B.     Type B personality: tenang, tidak terlalu kompetitif atau terarah, cenderung simpel, lambat untuk marah, dan terlihat damai.

C.     Type C personality: menyenangkan, namun tertekan, cenderung menginternalisasi amarah dan kecemasan, serta sulit untuk mengekspresikan emosi –terutama emosi negatif.

D.    Type H personality (The Hardy Personality): memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai, kepercayaan, identitas, pekerjaan, dan kehidupan keluarga mereka, merasa memiliki kontrol atas kehidupan dan apapun yang terjadi kepada mereka, serta cenderung memiliki sudut pandang berbeda dalam menilai peristiwa.

Explanatory Style

A.    Optimists adalah mereka yang selalu mencari hasil (outcome) yang positif.

B.     Pessimists adalah mereka yang selalu mengharapkan hal terburuk terjadi.

 

Penanggulangan Stres

Coping Strategies

Coping strategies adalah aksi-aksi yang dilakukan untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalisir efek dari stresor.

A.    Problem-Focused Coping, yaitu dimana individu berusaha untuk menghilangkan sumber stres atau mengurangi dampaknya melalui aksi-aksi tertentu.

            Contoh aplikatif: Ketika seseorang memilih untuk berhenti bekerja dari suatu instansi di bidang berita karena tekanan pekerjaan yang sangat berat. 

B.      Emotion-Focused Coping, mencakup perubahan cara seseorang dalam merasakan atau merespon secara emosional terhadap suatu stresor. Humor dan meditasi dapat digunakan disini.

Meditasi merupakan salah satu bentuk latihan mental yang dapat membantu memfokuskan perhatian. Salah satu bentuknya, yaitu concentrative meditation, dimana seseorang memfokuskan pikirannya pada beberapa stimulus yang berulang atau tak berubah, sehingga pemikirannya dapat dijernihkan dari pikiran-pikiran yang mengganggu dan tubuh dapat menjadi rileks.

            Selain dengan strategi-strategi, untuk menanggulangi stres juga dapat melalui grup dukungan sosial –seperti keluarga, teman, tetangga, atau rekan kerja–, atau dapat dibantu dengan kepercayaan agama maupun kultur budaya yang berlaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Awal dalam Fisiologi dan Tumbuhnya Psikologi Eksperimen

  Fisiologi sendiri merupakan cabang ilmu yang berfokus pada fungsi-fungsi bagian tubuh manusia. Namun pada awal perkembangannya, fisiologi ini lebih berfokus pada sensasi dan persepsi, serta kaitannya dengan sistem saraf dan alat indera. Ini bermula dari perbedaan catatan tentang waktu perlintasan suatu bintang antara milik Nevil Maskelyne dan milik asistennya -David Kinnebrook. Lalu sekitar 20 tahun setelahnya, Friedrich Bessel (1784-1846) -seorang astronom Jerman menyadari bahwa kesalahan ini bukan terjadi akibat ketidakcakapan dalam mengukur, melainkan karena adanya perbedaan yang tidak disengaja antara para pengamat. Inilah yang kemudian disebut sebagai discrepancy.   Discrepancy between Objective and Subjective Reality                 Sebelumnya, discrepancy ini secara tidak langsung sudah dibahas oleh Galileo dan Locke melalui teori mereka mengenai primary and secondary qualities. Kemudia...

Perspektif Biologi

            Sistem saraf adalah suatu susunan kompleks sel-sel yang membawa informasi ke dan dari seluruh bagian tubuh. Cabang ilmu yang mempelajari sistem saraf ini adalah neurosains. Sedangkan psikologi biologis atau neurosains behavior merupakan cabang neurosains yang lebih fokus pada dasar-dasar biologis dalam proses-proses psikologis, tingkah laku, dan pembelajaran. A. Neuron dan Saraf             Neuron adalah sel khusus yang ada pada sistem saraf yang bertugas untuk menerima dan mengirimkan sinyal. Neuron memiliki beberapa bagian, yaitu: 1)       Badan sel ( soma cell ) yang berfungsi untuk mempertahankan keberlangsungan sel dan neuron (Cicarelli & White, 2017). Badan sel tersusun atas: a)       Satu nukleus tunggal, nukleolus yang menonjol dan organel lain, seperti badan golgi dan mitokondria. b)  ...

Psikologi Gestalt dan Kognitif

 Gestalt Psychology Antecedents of Gestalt Psychology Psikologi Gestalt (Jerman: ‘keseluruhan’) lahir hampir bersamaan dengan kemunculan behaviorisme. Psikologi Gestalt ini menolak program eksperimen Wundt yang melakukan pencarian tentang elemen-elemen kesadaran. Berbeda dengan para behavioris yang berfokus menyerang studi tentang kesadaran asosiasi metode introspeksi, psikologi Gestalt lebih berfokus pada elementisme Wundt. Menurut mereka, kesadaran tidak dapat direduksi ke dalam elemen-elemen tanpa mengurangi makna asli dari pengalaman kesadaran. Bagi mereka, investigasi mengenai pengalaman kesadaran melalui metode introspeksi adalah bagian esensial dari psikologi, namun tipe pengalaman kesadaran yang diinvestigasi oleh Wundt dan para struktualis U.S. adalah tiruan. Mereka yakin bahwa apapun yang kita alami/rasakan tidak hanya pada potongan-potongan tertentu saja, melainkan pada konfigurasi yang utuh dan penuh makna. Kita bukan melihat potongan-potongan warna, melainkan kita meli...