Penelitian mengenai motivasi sangat
berguna untuk memahami alasan-alasan yang mendasari setiap kegiatan yang kita
lakukan, bahkan juga memahami bagaimana perilaku kita dapat berubah setiap kali
fokus kita berpindah. Emosi menjadi salah satu bagian dari setiap hal yang kita
lakukan, yang berpengaruh pada hubungan kita dengan orang lain dan dengan
kesehatan kita sendiri, sebagaimana berpengaruh pada pembentukan
keputusan-keputusan penting.
Motivasi
Motivation is
the process by which activities are started, directed, and continued so that
physical or psychological needs or wants are met
(Petri, 1996). Kata “motivasi” berasal dari kata “movere” yang mana dalam bahasa Latin berarti “to move”. Sesuai namanya, motivasi menggerakkan individu untuk
melakukan berbagai hal.
Ada 2 tipe motivasi, yaitu:
1.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ini mendorong seseorang melakukan suatu hal untuk
mendapatkan suatu hasil yang berasal dari luar dirinya.
2.
Motivasi Intrinsik
Motivasi ini mendorong seseorang melakukan suatu hal atas dasar kesenangan,
penghargaan, tantangan, atau kepuasan dirinya sendiri.
Baik hasil
maupun usaha dalam setiap kegiatan, keduanya bervariasi dan bergantung pada
tipe motivasi. Psikolog Teresa Amabile menemukan bahwa kreativitas anak
dipengaruhi oleh jenis motivasi yang mendorong mereka dalam melakukan sesuatu:
pada eksperimen suatu kelompok seni, motivasi ekstrinsik cenderung menurunkan
tingkat kreativitas dibandingkan dengan motivasi intrinsik.
Pendekatan Awal dalam Memahami Motivasi
A.
Naluri dan Pendekatan Evolusioner
Pendekatan awal
dalam memahami motivasi berfokus pada suatu pola perilaku yang bersifat bawaan dan
ditentukan secara biologis, yaitu naluri (instincts),
yang mana terdapat pada manusia dan hewan.
William McDougall
(1908) berpendapat bahwa ada 18 naluri pada manusia, termasuk curiosity (keingintahuan), flight (pelarian diri), pugnacity (agresivitas), dan acquisition (gathering possessions).
Usaha pendekatan
dengan menggunakan teori naluri ini sudah memudar karena, walaupun itu dapat
menggambarkan perilaku manusia, teori ini tetap tidak dapat menjelaskan
perilaku. Namun, pendekatan ini merupakan suatu pencapaian penting dalam
menuntuk para psikolog untuk sadar bahwa beberapa perilaku manusia diatur oleh
faktor-faktor keturunan.
B.
Teori Drive-Reduction
Pendekatan ini
berfokus pada konsep kebutuhan dan dorongan. Kebutuhan dan dorongan ini saling
berhubungan. Ketika individu memiliki suatu kebutuhan akan sesuatu, kebutuhan
itu akan memimpin mereka kepada suatu ketegangan psikologis serta gairah fisik
yang memotivasi individu untuk bertindak sedemikian rupa untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dan mengurangi ketegangan. Ketegangan inilah yang disebut
sebagai dorongan (Hull, 1943).
Teori ini merumuskan
hubungan antara keadaan fisiologis dengan perilaku yang keluar. Ada 2 tipe
dorongan di dalamnya, yaitu dorongan utama yang menyangkut kebutuhan untuk
bertahan hidup –seperti lapar dan haus, serta dorongan sekunder (acquired) yang dipelajari dari berbagai
pengalaman atau pengkondisian –seperti kebutuhan uang dan pengakuan sosial.
Teori ini juga
mencakup homeostasis, atau kecenderungan tubuh untuk mempertahankan keadaan
stabil. Sebagai contoh, ketika tubuh kita butuh asupan makanan, kita akan
merasa lapar dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan makanan tersebut. Kita
cenderung akan mencari sesuatu yang layak untuk kita makan agar keadaan
homeostasis tubuhnya kembali. Perilaku ini dirangsang untuk mengurangi rasa
lapar.
Penjelasan karakteristik dari 3 tipe kebutuhan
Sebagaimana yang kita ketahui, motivasi adalah sesuatu
tentang kebutuhan. Teori drive-reduction
berbicara menyangkut kebutuhan, serta teori-teori motivasi lainnya pun mencakup
konsep-konsep kebutuhan. Dari berbagai teori tersebut, mayoritas dari
kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan hasil dari inner physical drive –seperti lapar dan haus, yang mana menuntuk
untuk dipenuhi; namun, teori-teori lainnya meneliti tentang kebutuhan
psikologis kita.
A.
Mcclelland’s Theory:
Affiliation, Power, and Achievement Needs
David C.
McClelland (1961, 1987) mengusulkan teori motivasi yang menaruh perhatian pada
3 kebutuhan psikologis yang penting:
1.
Affiliation (nAff), dimana individu dengan
tingkat kebutuhan afiliasi yang tinggi cenderung mencari cara untuk disukai dan
dihargai oleh orang lain. Individu cenderung mengharapkan interaksi sosial yang
ramah, serta hubungan yang sehat dengan orang lain.
2.
Power (nPow), dimana individu dengan
tingkat kebutuhan kekuatan yang tinggi cenderung memiliki keinginan untuk dapat
mengatur orang lain (bukan untuk mencapai suatu tujuan/target tertentu);
memberikan pengaruh dan dampak bagi orang lain.
3. Achievement (nAch), dimana individu dengan tingkat kebutuhan pencapaian yang
tinggi memiliki hasrat untuk mencapai impian/targetnya –bukan hanya yang
realistis, melainkan juga yang menantang.
B.
Personality and Nach: Carol
Dweck’s Self-Theory of Motivation
Menurut Carol
Dweck, kebutuhan pencapaian berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian,
termasuk pandangan seseorang dalam melihat bagaimana ‘diri’ (kepercayaan yang
dipegang seseorang tentang kemampuan dirinya sendiri dan tentang hubungan
mereka dengan orang lain) dapat mempengaruhi persepsi individu terkait
kesuksesan atau kegagalan dari tindakan mereka. Konsep ini berkaitan dengan
gagasan lama –yaitu, locus of control (A. P. MacDonald,
1970; Rotter, 1966), yang mana memiliki 2 jenis:
1.
Internal locus of control, dimana
seseorang percaya bahwa mereka memiliki kontrol atas apa yang terjadi di dalam
hidup mereka.
2.
External locus of control, dimana
seseorang percaya bahwa hidup mereka diatur oleh kekuatan orang lain, oleh
keberuntungan, atau oleh nasib.
Pendekatan Arousal dan
Incentive
Penjelasan lain mengenai motivasi melibatkan tipe lain dari
kebutuhan, yaitu kebutuhan stimulasi. Stimulus
motive muncul tanpa dipelajari, namun mengakibatkan peningkatan rangsangan.
Contohnya adalah rasa ingin tahu, kegiatan bermain, dan eksplorasi. Di sisi
lain, motif kita dalam melakukan sesuatu melibatkan penghargaan dan insentif
–seperti memakan makanan yang enak bukan karena lapar, tapi karena rasanya
enak.
A.
Arousal Theory, dimana individu dianggap
memiliki level tegangan yang optimal/ideal. Contohnya, kinerja tugas akan
menimbulkan kecemasan berlebih jika level arousal-nya
terlalu tinggi, serta akan menimbulkan rasa bosan jika levelnya terlalu rendah.
Pada umumnya,
orang-orang membutuhkan level arousal yang
sedang untuk merasa puas, namun ada beberapa orang yang membutuhkannya lebih
–yang disebut dengan sensation seeker
(Lauriola et al., 2014; Zuckerman, 1979, 1994). Sensation seeker ini cenderung memiliki pengalaman sensoris yang
lebih kompleks dan bervariasi.
B.
Incentive Approaches, dimana perilaku
individu dijelaskan sebagai respon terhadap rangsangan eksternal dan sesuatu
yang kelak didapatkan sebagai suatu penghargaan/insentif.
Pendekatan ini
tidak dapat menjelaskan motivasi di balik seluruh perilaku. Teori-teori
sekarang lebih melihat motivasi sebagai hasil dari “dorongan” atas suatu
kebutuhan internal dan “tarikan” dari suatu rangsangan penghargaan.
Emosi
Individu berperilaku bukan hanya sekadar berdasar pada
motivasi, melainkan juga untuk mengekspresikan emosi dan perasaannya pada saat
itu. Walaupun emosi dan perasaan merupakan proses-proses internal, namun ada
beberapa tanda fisik yang menunjukkan kondisi keduanya dari luar.
3 Elemen dalam Emosi
A.
Fisiologi Emosi
Secara fisik,
ketika seseorang merasakan suatu emosi, suatu gairah akan terbentuk oleh sistem
saraf simpatik. Walaupun ekspresi wajah berbeda pada masing-masing respon
emosi; emosi sulit untuk dibedakan jika hanya didasarkan pada reaksi fisiologis
saja.
B.
Perilaku Emosi: Ekspresi
Emosional
Charles Darwin
(1898) menjadi salah satu orang yang pertama mencetuskan teori bahwa emosi
merupakan hasil dari evolusi, dan bersifat universal –dimana setiap individu,
terlepas dari budaya, akan menunjukkan ekspresi wajah yang sama karena
otot-otot wajah mereka telah berevolusi dalam menyampaikan informasi spesifik.
Teori Darwin ini
berbeda dengan teori milik kaum behaviorisme yang berfokus pada lingkungan
daripada faktor keturunan dalam menentukan penyebab dari perilaku. Teori
lainnya berpendapat bahwa ada setidaknya 7 emosi dasar yang muncul secara
natural dalam mempengaruhi perilaku.
C.
Pengalaman Subjektif: Pelabelan Emosi
Ketiga elemen
dalam emosi adalah interpretasi terhadap perasaan subjektif dengan memberikan
label: anger, fear, disgust, happiness, sadness, shame, interest, dan sebagainya. Cara lain
dalam pelabelan elemen ini adalah dengan menggunakan elemen kognitif, karena
proses pelabelan merupakan urusan pengambilan kembali memori-memori dari
pengalaman sebelumnya yang serupa, mempersepsikan konteks dari emosi, dan
membentuk suatu solusi –sebuah label.
Komentar
Posting Komentar