Psikologi menjadi ilmu pertama yang
mempelajari pengalaman kesadaran dan kemudian mempelajari perilaku.
Perwakilan-perwakilan psikologi awal, yaitu Wundt, Titchener, dan James –yang
sebenarnya tahu mengenai proses-proses tidak sadar, namun tidak menganggap itu
penting. Methodological behaviorists –seperti
Tolman dan McDougall, hanya mengemukakan kesadaran namun tidak dengan
pembentukan ketidaksadaran kognitif. Radical
behaviorists –seperti Watson dan Skinner menolak untuk memasukkan kesadaran
ke dalam teori psikologi mereka; sehingga studi mengenai ketidaksadaran tidak
pernah terpikirkan oleh mereka. Dan walaupun psikologi Gestalt bersifat
mentalistik, psikologi itu hanya berpusat seluruhnya pada pengalaman kesadaran
fenomologis.
Psikologi mengenai ketidaksadaran bukan
dikembangkan berdasarkan ilmu filsafat atau rancangan eksperimental, melainkan
berdasarkan pemahaman mengenai penyebab penyakit mental. Dengan menitikberatkan
pentingnya proses tidak sadar sebagai penyebab dari penyakit mental, para ahli
tidak hanya memisahkan diri dari psikolog, melainkan juga dari profesi medis.
Ini dikarenakan para dokter percaya bahwa semua penyakit disebabkan oleh
kerusakan otak, ketidakseimbangan biokimia dalam tubuh, atau apapun yang
asalnya dari tubuh itu sendiri; sehingga sulit untuk memakai istilah penyakit
mental.
Antecedents of the Development of Psychoanalysis
Sigmund Freud menjadi pemimpin dalam
menggagas mengenai penyebab-penyebab penyakit mental. Ia dipengaruhi besar oleh
fenomena hipnotis dan penjelasan Charcot mengenai histeria. Serta selain itu
juga oleh beberapa hal seperti:
1. Monadologi milik Leibniz (1646–1716)
–tentang tingkat kesadaran dari apperception
(persepsi jelas) hingga petites perceptions, yang bergantung pada jumlah
monad yang terlibat;
2. Penjelasan Goethe (1749–1832) mengenai
eksistensi manusia yang terjadi atas perjuangan konstan antara emosi dan
tendensi yang saling berlawanan;
3. Pendapat Herbart (1776–1841)
mengenai threshold;
4. Keyakinan Schopenhauer (1788–1860)
bahwa manusia lebih diatur oleh keinginan irasional daripada oleh nalar;
5. Pandangan Nietzsche (1844–1900)
bahwa manusia terlibat dalam pertarungan kekal antara tendensi irasional (Dionysian)
dan tendensi rasional (Apollonian).
6. Analogi gunung es Fechner (1801–1887)
dengan mengangkat konsep threshold milik
Herbart; puncaknya (1/10) mewakili pikiran sadar, dan sisanya yang di bawah
permukaan (9/10) mewakili pikiran tidak sadar.
7. Prinsip Darwin (1809-1882) yang
memperkuat pendapat Freud bahwa manusia, seperti Animalia lainnya, lebih
dipengaruhi oleh naluri daripada dari nalar.
8. Penolakan Helmholtz (1821–1894)
terhadap spekulasi metafisika ketika mempelajari organisme –termasuk manusia,
namun lebih condong terhadap medis dan fisiologi.
9. Ajaran Brentano (1838–1917) bahwa
faktor motivasional sangat penting dalam menentukan alur pikiran, serta bahwa
ada perbedaan besar antara realita objektif dan realita subjektif.
10. Pengaruh Ernst Brücke (1819–1892) –seorang
psikolog positif yang memotivasi Freud –yang awalnya hampir menyerah terhadap
medis karena Brentano.
11. Buku Philosophy of the Unconscious (1869) karya Karl Eduard von Hartmann
(1842–1906), yang mana teori-teori di dalamnya kemudian dikembangkan oleh
Freud. Menurut Hartmann, ada 3 tipe ketidaksadaran: proses yang mengatur
seluruh fenomena alami sejagat raya; ketidaksadaran fisiologis yang merangah
langsung pada proses tubuh; dan ketidaksadaran psikologis yang menjadi sumber
dari seluruh perilaku.
Sigmund
Freud (1856–1939)
The Cocaine Episode
Pada musim semi tahun 1884, Freud
bereksperimen dengan kokain setelah mempelajari keberhasilan kokain untuk
meningkatkan energi dan ketahanan para tentara militer. Awalnya hampir batal
karena ia kira harganya 13 cents, tapi ternyata 1 dolar lebih. Ia mengonsumsi
obat itu dan menemukan bahwa obat itu menenangkan depresinya dan menyembuhkan
gangguan pencernaannya, serta membantu ia dalam bekerja, bahkan tidak terlihat
adanya efek negatif. Ia bahkan menyebarkan obat itu ke orang-orang terdekatnya
dan pasien-pasiennya. Kemajuan yang terlihat dari pada konsumennya, terlebih
pasiennya, memberikan kebanggan tersendiri bagi Freud. Bahkan, ia merasa
dirinya adalah dokter sungguhan. Carl Koller
(1857–1944) belajar dari Freud, dan dalam waktu beberapa bulan, ia berhasil
membuat tulisan yang mendeskripsikan bagaimana operasi mata yang awalnya
mustahil bisa dapat berjalan mudah dengan bantuan kokain sebagai obat bius.
Koller menjadi terkenal di seluruh dunia dalam waktu sekejap. Melihat Koller,
Freud merasa kecewa terhadap dirinya sendiri.
Selanjutnya, Freud sempat menangani Ernst von Fleischl-Marxow
(1846–1891) yang awalnya kecanduan morfin. Namun, Freud malah menyebabkan Fleischl-Marxow
meninggal sebagai pecandu kokain. Setelah peristiwa ini, laporan-laporan
mengenai kecanduan kokain mulai bermunculan dari seluruh dunia. Freud dikritik
berat.
Early Influences on the Development of Psychoanalysis
Josef Breuer (1842–1925) and the Case of Anna O.
Breuer mencetak penemuan penting yang berfokus pada refleks dalam
pernapasan, dan menjadi orang pertama yang menunjukkan bagaimana kanalis
semisirkularis berpengaruh pada keseimbangan.
Breuer sempat menangani seorang pasien yang bernama Fräulein Anna O. dengan
berbagai gelaja yang berhubungan dengan histeria. Breuer menggunakan teknik
hipnotis untuk mencari tahu penyebabnya. Setiap Breuer berhasil menemukan
asal-muasal dari suatu gejala, yang mana biasanya adalah pengalaman traumatis,
gejala tersebut akan menghilang –baik sementara maupun selamanya. Sehingga
gejala-gejala tersebut dapat diartikan sebagai symbolic representations dari suatu pengalaman traumatis yang tidak
lagi tersimpan secara sadar, melainkan tertahan di alam bawah sadar.
Seolah-olah pikiran-pikiran yang tertahan secara emosional dan tidak dapat
diekspresikan –akan termanifestasi dalam gejala fisik. Penting diingat bahwa
pengalaman-pengalaman tersebut tidak hilang, melainkan dinyatakan melalui
perilaku seseorang. Dan salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan
menyadarkannya dan mengakui/menerimanya secara rasional. Ketika pathogenic ideas diberi ekspresi sadar,
energinya akan menghilang, dan gejala yang disebabkannya pun menghilang.
Kelegaan akan muncul seiring emosi tersebut dilepaskan bergiliran dengan pathogenic ideas. Breuer menyebut
perlakuan ini sebagai cathartic (Aristoteles:
“catharsis” dari bahasa Yunani –“katharsis”, berarti “to purify”
untuk mendeskripsikan perilisan emosi dan perasaan selama penjernihan yang
dialami oleh penonton drama) method.
Semasa perawatannya, ada proses yang disebut sebagai transference dimana seluruh emosi (positif maupun negatif) yang
pernah diekspresikan Anna terhadap ayahnya, kini ia ekspresikan terhadap Breuer.
Breuer juga kemudian mengembangkan perasaan emosionalnya terhadap Anna, ini
disebut sebagai countertransference.
Namun, metode ini berakhir dengan cerita yang kurang mengenakkan bagi mereka;
walaupun pada bagian paling akhirnya, keduanya berhasil kembali menjalani
kehidupan masing-masing dengan baik. Breuer bersama Freud mempublikasikan karya
mereka yang berjudul Studies on Hysteria (1895/1955);
waktu publikasi tersebut kerap dijadikan sebagai hari penemuan resmi
psikoanalisis.
Freud’s Visit with Charcot
Freud belajar bersama Charcot sejak Oktober 1885 hingga Februari 1886.
Walaupun mengetahui kasus Anne, tapi Freud tetap menjadi seorang materialistic-positivistic; ia tetap
mencari penjelasan mengenai seluruh gangguan –termasuk histeria, dalam konteks
neurofisiologi. Sama dengan kebanyakan dokter pada saat itu, Freud memandang
penjelasan psikologis mengenai penyakit bukanlah suatu ilmu sains. Sebagaimana
Charcot berasumsi bahwa histeria adalah penyakit nyata yang dipicu oleh
pikiran-pikiran yang terpisah. Dan lagi, Charcot menganggap bahwa histeria
tidak hanya terjadi pada perempuan saja; menolak pendapat orang Yunani bahwa
histeria disebabkan oleh gangguan rahim.
Freud kemudian sadar bahwa ia tidak bisa hanya memberikan perawatan pada
gangguan neurologis. Ia memutuskan untuk merawat penderita histeria. Awalnya,
ia mencoba metode tradisional –seperti baths,
massage, electrotherapy, dan rest cures –namun,
tidak efektif. Kemudian, ia menemukan bahwa semua yang ia pelajari dari Breuer
tentang cathartic method dan dari
Charcot tentang hipnotis menjadi relevan.
Ketika
menggunakan metode hipnotis, Freud menjumpai berbagai masalah. Ia tidak dapat
menghipnotis beberapa pasien. Terkadang juga, ketika suatu gejala dihilangkan
selama hipnotis sedang berlangsung, gejala tersebut akan terulang kemudian.
Ditambah lagi, beberapa pasien menolak untuk percaya mengenai apa yang mereka
ungkapkan selama hipnotis berlangsung.
Pada tahun 1889,
Freud mengunjungi Liébeault dan Bernheim di sekolah Nancy. Ia mempelajari posthypnotic suggestion, mengamati bahwa
sebuah pemikiran yang tertanam selama hipnotis dapat mempengaruhi perilaku
seseorang walaupun orang tersebut tidak menyadarinya. Selain itu, walaupun pasien-pasien
cenderung melupakan apa yang mereka alami selama hipnotis berlangsung (fenomena
posthypnotic amnesia),
ingatan-ingatannya dapat kembali jika pasien mencoba mengingatnya dengan kuat.
The
Birth of Free Association
Freud masih teringat bahwa di sekolah Nancy, ia mengamati peng-hipnotis
akan mengembalikan ingatan pasien selama proses hipnotis dengan menaruh
tangannya di dahi pasien sambil berkata: “Sekarang anda dapat mengingat.” Freud
kemudian melakukan percobaan terhadap pasiennya. Ia menyuruh pasiennya untuk
berbaring di sofa dengan mata tertutup, namun tidak menghipnotisnya. Ia
kemudian meminta pasien tersebut untuk me-recall
waktu pertama ia mengalami suatu gejala. Si pasien mulai mengumpulkan
kembali ingatan-ingatan mereka, namun biasanya akan terhenti sebelum mencapai
tujuannya. Selama mereka mengingat pengalaman trauma, mereka menunjukkan resistance. Metode ini disebut dengan free
association, dimana fenomena resistance, transference, dan countertransference tetap terjadi –namun dengan kondisi pasien
mengetahui apa yang sedang terjadi.
Project for a Scientific Psychology
Di waktu yang sama dengan publikasi Studies
on Hysteria (1895), Freud juga menyelesaikan Project
for a Scientific Psychology. Tujuan dari proyeknya adalah untuk menjelaskan
fenomena psikologis dalam ketentuan neurofisika murni. Namun Freud tidak puas
dengan usahanya, sehingga hasil proyeknya tidak dipublikasikan semasa hidupnya
(namun dipublikasikan di Jerman pada tahun 1950 dan di Inggris pada tahun
1954). Freud akhirnya beralih ke model psikologis, dan perkembangan
psikoanalasis pun dimulai.
Freud’s Self-Analysis
Karena terlalu banyak keruwetan dalam proses pengobatan, Freud tersadar
bahwa untuk menjadi seorang analis yang baik, ia harus menganalisa dirinya
dulu. Freud (1927) kemudian bersikeras bahwa untuk menjadi seorang psikoanalis
yang terpercaya, seseorang tidak harus menjadi dokter –melainkan, harus
dianalisis secara psikologis. Sedangkan untuk melakukan psikoanalisa, seseorang
harus menempuh 2 tahun praktek yang terawasi. Karena tidak ada yang dapat
melakukannya terhadap dirinya, Freud melakukannya sendiri. Motivasinya, yaitu
ketakutan mendalamnya terhadap perjalanan menggunakan kereta, dan terlebih
depresinya pada saat kematian ayahnya –yang sebenarnya tidak dadakan karena
sakit.
Freud’s
Self-Analysis
Freud tidak bisa menerapkan free
association pada dirinya sendiri sehingga ia membutuhkan alternatif. Freud
berasumsi bahwa isi mimpi dapat dilihat sebagaimana gejala histeria karena
keduanya sama-sama memiliki akar masalah. Analisis mimpi kemudian menjadi cara
kedua untuk mengintip pikiran bawah sadar.
Seperti gejala fisik dari histeria, mimpi membutuhkan tafsiran yang
luas. Ketika tidur, pertahanan seseorang menurun –namun, tidak hilang, sehingga
pengalaman yang tertahan hanya mencapai kesadaran dalam wujud yang samar-samar.
Sehingga, ada perbedaan besar antara apa yang muncul dalam mimpi (manifest content) dengan apa maksud sebenarnya (latent content). Freud
kemudian menyimpulkan bahwa setiap mimpi adalah wish fulfillment –ekspresi simbolis dari keinginan yang tidak dapat
diekspresikan atau dipuaskan secara langsung tanpa mengalami kecemasan.
Pentafsiran mimpi sangatlah kompleks, dan hanya dapat dilakukan oleh
orang yang berpengalaman di teori psikoanalisa –yang mana harus memahami dream work (esensi dari mimpi). Dream work mencakup condensation, dimana beberapa elemen dalam mimpi melambangkan
hal-hal dalam kehidupan sehari-hari, seperti sebuah keluarga anjing yang
melambangkan seluruh keluarga. Dream work
juga melibatkan displacement
–dimana pemimpi tidak memimpikan objek atau kejadian pemicu kecemasan,
melainkan hal-hal yang mirip dengan itu, seperti goa yang menyimbolkan vagina.
Freud yakin bahwa sekalipun simbol-simbol terpenting dalam mimpi berasal
dari pengalaman orang itu sendiri, pasti ada simbol universal. “… travel symbolize death; falling symbolize giving in to sexual temptation; boxes, gardens,
doors, or balconies symbolize the vagina; cannons, snakes, trees, swords,
church spires, and candles symbolize the penis…”
The Psychopathology of Everyday Life
Karya besar Freud selanjutnya, yaitu The
Interpretation of Dreams was Psychopathology of Everyday Life (1901/1960b). Ia
membahas tentang parapraxes (tunggal,
parapraxis) yang secara keseluruhan
adalah eror-eror kecil dalam kehidupan sehari-hari, seperti lupa sesuatu,
kehilangan sesuatu, salah tulis, salah omong (Freudian slips), dan kecelakaan kecil. Menurut Freud, parapraxes sering termotivasi secara
tidak sadar. “The woman who loses her
wedding ring wishes that she had never had it. The physician who forgets the
name of his rival wishes that name blotted out of existence. The newspaper that
prints “Clown Prince” for “Crown Prince” and corrects its error by announcing
that of course it meant “Clown Prince,” really means what it says.” (Heidbreder,
1933, pp. 391–392)
Heidbreder
menggunakan konsep overdetermination yang
berarti bahwa tindakan perilaku dan tindakan psikologis sering terjadi atas
lebih dari satu penyebab. Mimpi, contohnya, dapat memuaskan kebutuhan sekaligus
menimbulkan gejala histeria. Demikian juga salah omong dapat disebabkan oleh
kesulitan koordinasi otot, kecenderungan untuk mengubah tata letak huruf, atau
oleh motif-motif di luar kesadaran. Tindakan yang disebabkan oleh dua atau
lebih penyebab, maka dapat dipastikan overdetermined.
A Review of the Basic Components of Freud’s Theory of
Personality
Freud membedakan kesadaran (hal-hal dimana kita sadar pada waktu
tertentu), pra-kesadaran (hal-hal yang tidak kita sadari, namun sebenarnya
dapat kita sadari dengan mudah), dan ketidaksadaran (ingatan-ingatan yang
tertanam dari kesadaran dan hanya dapat disadari dengan usaha yang cukup besar).
Dari sini, Freud kemudian mengembangankan pandangannya dengan melahirkan
konsep-konsep berikut:
The Id (Jerman: ‘das es’)
yang menjadi dorongan; mencakup naluri; seperti lapar, haus, dan keinginan
untuk sex; seluruhnya merupakan wujud
ketidaksadaran; dipimpin oleh prinsip pleasure;
dan sangat ingin untuk terpenuhi.
The Ego (Jerman: ‘das ich’) adalah komponen kepribadian
yang sadar akan kebutuhan the id dan
berhubungan dengan prinsip realita.
The Superego (Jerman: ‘das überich’) yang menjalankan prinsip moral
dan idealistik.
Early Alternatives to Psychoanalysis
Selain Freud, ada juga beberapa ahli yang berkontribusi dalam
psikoanalisis, seperti:
Anna Freud (1895–1982) dengan konsep Developmental
Lines
Carl Jung (1875–1961) dengan
konsep-konsep lanjutan dari Freud –seperti libido,
personal unconscious, the ego;
serta konsep collective unconscious yang
kontroversial.
Alfred Adler (1870–1937)
dengan
konsep inferior, compensation, overcompensation,
dsb.
Karen Horney (1885–1952) dengan feminine psychology, anxiety, dan penolakannya terhadap
Freud.
Komentar
Posting Komentar