Psikologi eksperimen mengenai
kesadaran merupakan salah satu produk psikologi Jerman. Karena tidak sesuai
dengan U.S., usaha Titchener untuk menerapkan psikologi miliknya di U.S. gagal.
Masyarakat U.S. hanya menerima hal-hal yang memiliki fungsi praktis dan tidak
hanya berfokus pada analisis abstrak mengenai pikiran. Teori evolusi berhasil
memenuhi persyaratan ini, sehingga kemudian dianut oleh masyarakat U.S., bahkan
menjadi tema yang paling mendominasi seluruh aspek psikologi.
Evolutionary Theory before Darwin
Ide mengenai bumi dan makhluk hidup
selalu berubah dari waktu ke waktu, setidaknya sejak awal masa Yunani Kuno.
Terlebih karena Yunani merupakan negara maritim, makhluk-makhluk hidup disana
sangat bervariasi untuk diobservasi. Dari observasi-observasi inilah muncul
teori-teori evolusi –walaupun belum sempurna. Sayangnya, perkembangan teori
evolusi tidak dapat berjalan maksimal karena Plato dan Aristoteles tidak
percaya akan hal itu. Bagi Plato, sejumlah wujud murni akan selalu tetap
selamanya, dan wujud mereka tidak akan pernah berubah. Dan bagi Aristoteles,
sejumlah spesies bersifat tetap, dan perubahan dari spesies satu ke spesies
lainnya sangatlah mustahil. Mengenai pendapat dari kedua tokoh ini, umat
Kristiani saat itu setuju. Hal ini juga didukung oleh apa yang telah tertulis
di kitab Kejadian pada Alkitab.
Pada abad ke-18, beberapa ahli
terkenal mulai mengemukakan teori evolusi, termasuk kakek dari Charles Darwin
–Erasmus Darwin (1731-1802), yang percaya bahwa suatu spesies dapat secara
bertahap bertransformasi menjadi spesies baru. Namun, yang kurang dari
teori-teori awal ini yaitu mengenai mekanisme transformasinya.
Jean Lamarck (1744–1829)
Lamarck mencatat bahwa fosil dari
berbagai spesies –yang menunjukkan wujud/bentuk awalnya, berbeda dengan
wujud/bentuknya yang sekarang; atau dalam kata lain, terdapat perubahan bentuk
dari waktu ke waktu. Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Contohnya, ketika terjadi kelangkaan mangsa, para predator tentu harus lebih
cepat mengejar mangsa langka yang muncul. Hal ini kemudian melatih kecepatan
dan kekuatan otot-otot yang digunakan selama berlari. Dan jika perkembangan
otot-otot ini terjadi selama masa dewasa, Lamarck yakin bahwa keturunan organisme
tersebut akan terlahir dengan otot-otot yang sangat berkembang. Teori ini
disebut dengan inheritance of acquired characteristics. Secara nyata, organisme-organisme
dewasa dari suatu spesies yang tidak cukup sesuai dengan lingkungannya tidak
akan bertahan hidup sehingga keturunannya pun tidak ada. Dengan begitu,
karakteristik dari suatu organisme akan berubah seiring dengan perubahan alam,
sehingga akan terjadi perubahan pada spesiesnya.
Herbert Spencer (1820–1903)
Spencer’s View of Evolution
Sebagai pengikut awal dari Lamarck,
Spencer menggagas bahwa teori evolusi tidak hanya berlaku pada hewan, namun
juga pada pikiran manusia dan masyarakat, bahkan pada apapun yang ada di alam
semesta. Baginya, segala sesuatu bermulai sebagai suatu undifferentiated whole. Melalui evolusi, diferensiasi ini terjadi
sehingga meningkatkan karakter atau cara kerja sistem secara kompleks. Gagasan
ini juga diterapkan pada sistem saraf manusia, yang mana sederhana dan homogen
pada awalnya, kemudian berkembang menjadi kompleks. Sistem saraf yang
berkembang memungkinkan kita untuk membentuk asosiasi-asosiasi saraf yang
meningkatkan kecerdasan. Faktanya, kini sistem saraf kita dapat membentuk rekaman
neuropsikologis terhadap kejadian-kejadian alam, yang mana berguna untuk
bertahan hidup.
Penjelasan mengenai pembentukan
asosiasi ini didasarkan pada principle of
contiguity. Kejadian-kejadian alam, baik yang berlangsung secara serempak
atau secara berturut turut, akan terekam di dalam otak dan memunculkan
pemikiran-pemikiran mengenai kejadian tersebut. Namun, menurut Spencer, principle of contiguity ini tidak cukup
memadai untuk menjelaskan mengapa beberapa perilaku dapat tetap bertahan
sedangkan yang lainnya tidak. Oleh sebab itu, Spencer mengambil penjelasan
Alexander Bain mengenai voluntary
behavior. Perilaku seseorang akan bertahan jika mendukung dalam bertahan
hidup (memberikan efek kenyamanan), namun akan menghilang jika tidak mendukung
(memberikan kesakitan). Sintesis (perpaduan) antara principle of contiguity dan teori evolusi Spencer disebut sebagai evolutionary associationism. Dan
anggapan ”frekuensi atau probabilitas suatu perilaku akan meningkat jika
diikuti dengan pleasurable event,
namun akan menurun jika diikuti dengan painful
event” disebut sebagai prinsip Spencer-Bain. Prinsip ini kemudian menjadi
cikal-bakal connectionism milik
Thorndike dan operant behavior milik Skinner.
Teori Spencer terkait asosiasi dapat
diwariskan menyimpulkan bahwa teorinya merupakan perpaduan antara empiricism, associationism, dan nativism.
Dan warisan terhadap keturunan spesies tersebut berwujud naluri atau refleks.
Menurutnya, naluri tidak lebih dari sekadar kebiasaan yang mendukung proses
bertahan hidup.
Setelah karya Darwin muncul, Spencer
perlahan berpindah fokus dari acquired
characteristics ke natural selection.
Konsep yang digunakan disini, yaitu survival
of the fittest.
Social Darwinism
Perbedaan mendasar antara Spencer
dan Darwin, yaitu mengenai cara pandang mereka terhadap evolusi. Bagi Spencer,
evolusi adalah suatu progress, yang
memiliki tujuan. Sedangkan bagi Darwin, evolusi tidak memiliki arah dan tujuan.
Konsep
survival of the fittest yang
diterapkan Spencer pada masyarakat disebut sebagai social Darwinism. Spencer
melihat bahwa kehidupan seseorang dalam masyarakat sama dengan kehidupan seekor
hewan dalam alam: berjuang untuk bertahan hidup, dan hanya yang paling fit yang akan bertahan.
Spencer
kemudian yakin bahwa pemerintah harus menerapkan laissez-faire policy. “If
[individuals] are sufficiently complete [both physically and mentally] to live,
they do live, and it is well they should live. If they are not sufficiently
complete to live, they die, and it is best they should die.” (1864, p. 415).
Ide Spencer kemudian diterima karena cocok dengan kapitalisme dan
individualisme miliki U.S.
Charles Darwin (1809–1882)
The Journey of the Beagle
Perjalanan Beagle dimulai sejak 27
Desember 1831 dari Plymouth, Inggris. Pertama-tama menuju Amerika Selatan
–dimana Darwin mempelajari organisme laut, fosil, dan suku Indian. Kemudian,
ketika musim gugur pada tahun 1835, Beagle
berhenti di Kepulauan Galápagos –dimana Darwin mempelajari kura-kura,
kadal, singa laut yang berukuran besar, serta 13 spesies finch. Yang menarik perhatiannya, yaitu bahwa kura-kura, tanaman,
serangga, dan organisme-organisme lainnya disana berbeda dari pulau ke pulau,
walaupun jarak antar-pulaunya cukup dekat.
Back in England
Pada bulan Oktober 1836, Darwin tiba
di Inggris. Hasil-hasil penelitiannya awalnya masih terputus-putus, namun
setelah membaca An Essay on the Principle
of Population (1798/1914) milik Thomas Malthus, Darwin menemukan prinsip
yang cocok untuk menyatukan hasil-hasil penelitiannya itu. Jadi di dalam
esainya, Malthus menyebutkan bahwa persediaan makanan di dunia meningkat secara
aritmatika, sedangkan populasi manusia cenderung meningkat secara geometris. Ia
kemudian menyimpulkan bahwa keduanya tetap seimbang dikarenakan adanya perang,
kelaparan, dan penyakit.
Darwin’s Theory of Evolution
Kapasitas reproduksi organisme lebih
memungkinkan perbanyakan keturunan daripada penguatan pertahanan hidup,
sehingga ada perjuangan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Seleksi alam akan
terjadi di antara suatu spesies. Contohnya, ketika terjadi kelangkaan sumber
makanan, hanya jerapah-jerapah berleher panjang yang dapat bertahan hidup
dengan memakan dedaunan yang tersisa di puncak pohon, sehingga jerapah-jerapah
berleher pendek akan musnah perlahan. Dengan demikian, leher jerapah yang hidup
akan memanjang dari masa ke masa.
Darwin mendefinisikan fitness sebagai kemampuan organisme
untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Fitness
ditentukan oleh fitur yang dimiliki organisme serta kondisi lingkungannya.
Tidak ada gagasan mengenai kekuatan, agresi, dan kompetisi disini; serta tidak
ada tujuan atau arah tertentu dalam proses evolusi. Menurut Darwin, evolusi
terjadi begitu saja akibat perubahan alam.
Human Evolution
Dalam karyanya –On the Origin of Species by Means of Natural Selection (1859), Darwin belum membahas
tentang manusia. Namun, dalam The Descent
of Man (1871, revised in
1874/1998a), ia menulis bahwa manusia juga termasuk sebagai produk evolusi. Ia
menambahkan bahwa baik manusia maupun kera besar berasal dari nenek moyang
primata yang sama.
Kemudian dalam bukunya yang berjudul
The Expression of the Emotions in Man and
Animals (1872/1998b), ia berpendapat bahwa emosi manusia merupakan
sisa-sisa dari emosi hewan yang dulu penting dimiliki untuk bertahan hidup.
Dulu, untuk menakuti lawan, manusia menunjukkan gigi-giginya yang besar.
Walaupun sekarang tindakan tersebut tidak lagi berguna, namun emosi yang
berkaitan dengan attack or defense tetap
muncul secara biologis, serta dapat dilihat sebagai reaksi alamiah manusia di
tengah kondisi ekstrim.
Komentar
Posting Komentar