Langsung ke konten utama

Rasionalisme

 

Pengertian Rasionalisme

Menurut Edwards (1967), istilah ‘rasionalisme’ berasal dari bahasa Latin, “ratio” –yang berarti akal. Rasionalisme sendiri adalah pandangan yang mengatakan bahwa akal adalah sumber pengetahuan dan pembenaran. Para rasionalis tidak membantah nilai pengalaman. Bagi mereka, pengalaman itu hanyalah stimulus bagi pikiran. Mereka menekankan active mind, dimana pikiran yang berperan untuk mengolah segala informasi yang telah didapatkan melalui indera dan memberikan makna yang sebelumnya tidak ada. Interpretasi itu didapatkan melalui penggunaan hal-hal, seperti struktur mental bawaan, prinsip, operasi, dan kemampuan untuk menganalisa isi pemikiran.

 

Tokoh-tokoh Rasionalis

Baruch Spinoza (1632–1677)

Nature of God

Spinoza bertolak belakang dengan pendapat Descartes yang percaya bahwa Tuhan, materi, dan pikiran adalah entitas yang berbeda, serta Tuhan hanya membentuk semesta tanpa ikut terlibat lagi. Dengan panteisme, Spinoza menganut animisme primitif. Ia mempersamakan Tuhan dengan alam, dan menghapus perbedaan antara the sacred dan the secular. Ia menolak iblis, wahyu, dan Tuhan yang antropomorfik.

Mind-Body Relationship

                Spinoza beranggapan bahwa pikiran dan tubuh sama seperti dua sisi pada koin. Pikiran dan tubuh tidak dapat dipisahkan; pemikiran dan emosi dengan tubuh saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam kata lain, Spinoza mengkombinasikan fisiologi dan psikologi kedalam satu sistem yang utuh. Pemikiran Spinoza kemudian disebut dengan psychophysical double aspectism, double-aspect monism, or simply double aspectism. Konsep ini juga sama dengan konsepnya mengenai Tuhan.

Denial of Free Will

                Free will disini dapat diartikan sebagai kebebasan berkehendak yang dimiliki oleh manusia. Menurut Spinoza, free will ini hanyalah sebuah fiksi.

“In the mind there is no absolute or free will; but the mind is determined to wish this or that by a cause, which has also been determined by another cause, and this last by another cause, and so on to infinity.” (Elwes, 1955, p. 119)

Self-Preservation as the Master Motive

                Spinoza adalah seorang hedonis. Namun, pleasure disini menurutnya adalah “the entertaining of clear ideas.” Dalam kata lain, pleasure disini sebagai suatu ketenangan atau kenyamanan dari pikiran yang jelas. Berbeda dengan pain yang muncul dari unclear idea, dan memunculkan ketidakjelasan. Oleh sebab itu, hedonis disini bermakna bahwa kita mengejar pemahaman dan menghindari ketidakpahaman.


Gottfried Wilhelm von Leibniz (1646–1716)

Leibniz mengkombinasikan ilmu fisika, biologi, introspeksi, dan theologi menjadi sebuah pandangan yang kompleks dengan tujuan untuk menciptakan penemuan-penemuan ilmiah baru dengan kepercayaan terhadap Tuhan. Ia ingin menghilangkan batas antara agama dan sains.

Disagreement with Locke

Leibniz menolak Tabula Rasa. Ia mengkombinasikan innate idea dengan experience melalui analogy of a veined block of marble, dimana untuk membentuk sebuah patung dari sebuah balok marmer, akan lebih mudah jika sudah ada garis-garis lekukan yang menjadi outline dari desain patung. Sama seperti pengetahuan. Garis-garis  lekukan itu menunjukkan innate idea yang telah ada sejak awal. Namun, untuk membentuk pengetahuan –yang dianalogikan dengan patung, dibutuhkan usaha dan proses pembentukan –yaitu experience. Menurutnya, jika kita tak punya dasar pengetahuan yang didapatkan dari innate idea, maka kita tidak bisa belajar dari experiences yang kita alami.

Konsepnya sama dengan ketika kita lupa lirik lagu, dimana segera setelah mendengar 1-2 potong lirik/nadanya, kita akan otomatis mengingat lirik/nada selanjutnya; ketika kita bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk, serta yang benar dan yang salah; bahkan ketika kita menerima begitu saja bahwa 2+2=4. Innate idea ini akan teraktivasi dengan segera ketika kita dihadapkan oleh kasus-kasus.

Monadology

Leibniz mencetuskan “monad” sebagai satuan terkecil yang tak terdefinisikan yang menyusun unit-unit kehidupan, seperti atom, namun hidup secara aktif dan dengan kesadaran.
Yang membedakan antar-monad, yaitu kecerdasan yang mereka miliki. Kecerdasan ini yang perlahan membentuk wujud mereka menjadi tanaman, mikroba, serangga, manusia, bahkan hingga Tuhan.

Monad ini mirip dengan konsep scala naturae milik Aristoteles, dimana keduanya sama-sama memiliki jiwa yang mendominasi atau menguasai sistem kehidupan di dalamnya. Namun bedanya, monad merupakan suatu ‘potensi’ yang harus dibentuk dengan tujuan untuk menjadi nyata, dimana pembentukan ini juga hanya didasari oleh potensi internal yang dimiliki, tanpa terpengaruh oleh faktor eksternal.

Mind-Body Relationship: Psychophysical Parallelism

Leibniz menolak teori dualisme dan occasionalism (teori filosofis tentang sebab-akibat yang mengatakan bahwa zat yang diciptakan tidak dapat menjadi penyebab kejadian yang efisien.)
Menurutnya, pikiran dan tubuh tidak saling terhubung, karena ada campur tangan Tuhan pada keduanya. Tuhan menciptakan segala sesuatu di alam semesta dalam harmoni secara sempurna, dimana tidak ada satupun yang mempengaruhi hal lainnya. Oleh sebab itu, apapun yang membentuk pikiran dan apapun yang membentuk tubuh pasti selalu berdasarkan pada persetujuan dan rencana Tuhan, bukan karena keduanya saling berhubungan.

Petites Perceptions

Petites perceptions merupakan persepsi yang muncul di bawah level kesadaran, yang mana jika terakumulasi akan membentuk sebuah dorongan yang cukup untuk membentuk kesadaran, atau disebut juga apperception. Ia juga mencetuskan konsep ambang batas (threshold) pada dunia psikologi, yang membatasi antara kondisi sadar dan kondisi tidak sadar (suatu rangsangan harus melewati batas ini agar dapat tertangkap oleh indera).


Thomas Reid (1710–1796)

Common Sense

“All knowledge, and all science, must be built upon principles that are self-evident; and of such principles, every man who has common sense is a competent judge, when he conceives them distinctly. Hence it is, that disputes often terminate in an appeal to common sense.” (EIP VI. 2, p. 426)”

Menurut Reid, setiap manusia terlahir dengan sebuah sistem operasi mental –yaitu akal sehat, yang mana berperan dalam memilah informasi yang masuk akal. Dengan akal sehat ini, kita dapat mempercayai impresi kita terhadap dunia fisik yang menurut kita masuk akal. Ia menolak logika Hume yang berkata bahwa kita tidak tahu mengenai dunia fisik.

Faculty Psychology

Reid percaya bahwa faculties atau kemampuan-kemampuan ini adalah aspek-aspek dalam pikiran yang muncul, serta mempengaruhi perilaku dan pemikiran manusia. Faculties ini bersifat innate (bawaan), serta berhubungan satu sama lain.

Dari 43 faculties yang diusung Reid, sebagian berupa abstraction, attention, consciousness, deliberation, generalization, imitation, judgment, memory, morality, perception, pity and compassion, and reason.

 

Immanuel Kant (1724–1804)

Categories of Thought

Kant tidak menyangkal pentingnya pengalaman sensoris, namun ia berpendapat bahwa pikiran harus menambahi sesuatu dari setiap pengalaman tersebut agar tercipta suatu pengetahuan; yang mana disediakan oleh sesuatu yang disebut categories of thought bawaan. Menurutnya, apa yang kita alami secara subjektif telah dimodifikasi oleh konsep-konsep murni dari pikiran sehingga kemudian memiliki makna lebih berarti. Konsep-konsep atau categories of thought itu berupa unity, totality, time, space, cause and effect, reality, quantity, quality, negation, possibility-impossibility, and existence-nonexistence. Kant berpendapat bahwa:

“A mind without concepts would have no capacity to think; equally, a mind armed with concepts, but with no sensory data to which they could be applied, would have nothing to think about.” (Scruton, 2001, p. 35)

Cause of Mental Experience

Kant percaya bahwa kesan sensorik kita selalu terbentuk oleh categories of thought, dan phenomenological experience menjadi hasil dari interaksi antara sensasi dan categories of thought. Interaksi ini tidak dapat dihindarkan.

Menurutnya, pikiran manusia menjadi pusat dari semesta yang menentukan hukum alam, dimana manusia sendirilah yang membentuk semesta (termasuk ruang dan waktu) –setidaknya, kita dapat merasakan semesta. Kant menyebut objek-objek yang merupakan kenyataan fisik sebagai noumena.

 

Johann Friedrich Herbart (1776–1841)

Psychology as a Science

Herbart setuju dengan Kant bahwa psikologi tak akan pernah bisa menjadi ilmu eksperimental karena pikiran berperan sebagai sebuah keutuhan yang terpadu sehingga tak dapat difraksinasikan, namun ia yakin bahwa aktivitas pikiran dapat dinyatakan secara matematis.

Psychic Mechanics

Menurut Herbart, idea (yang merupakan sisa-sisa dari kesan indera) memiliki kekuatan untuk menarik idea lain yang serasi dan untuk mengusir idea lain yang tidak serasi. Kumpulan idea-idea yang serupa ini membentuk The Apperceptive Mass. Idea-idea ini saling bersaing untuk dinyatakan dalam kesadaran, ini yang disebut dengan self-preservation. Mereka tidak akan pernah hancur atau dilupakan secara sempurna, melainkan hanya berkurang intensitasnya sehingga dilupakan sementara dan masuk ke alam bawah sadar –yang mana dapat dimunculkan kembali.

Educational Psychology

Banyak yang menyebut Herbart sebagai bapak psikologi pendidikan. Herbart yakin bahwa metode pengajaran harus dirancang sesuai dengan pengalaman pembelajaran agar tujuan pengajaran dapat tercapai. Ia kemudian mengaplikasikan teorinya ke dunia pendidikan dengan menyajikan petunjuk berikut pada para pengajar:

1.       Review the material that has already been learned.

2.    Prepare the student for new material by giving an overview of what is coming next. This creates a receptive apperceptive mass.

3.       Present the new material.

4.       Relate the new material to what has already been learned.

5.       Show applications of the new material and give an overview of what is to be learned next.

 

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831)

The Absolute

Hegel memandang semesta sebagai suatu kesatuan yang saling berkaitan, The Absolute. Melalui konsep ini, Hegel percaya bahwa ‘keseluruhan’ lebih penting daripada ‘sebagian’ yang membentuk keseluruhan itu sendiri. Sama seperti orang dengan negara dan mata dengan tubuh. Orang dan mata pada kasus ini menjadi bagian yang menyusun suatu kesatuan yang sangat bernilai. Namun, ketika keduanya dipisahkan dari masing-masing kesatuan yang mereka bentuk –maka, keduanya akan menjadi tidak berguna.

Dialectic Process

Hegel percaya bahwa sejarah manusia dan kecerdasan manusia berevolusi menuju The Absolute dengan melalui proses yang disebut dialectic process.  Proses ini merupakan suatu usaha percobaan untuk mencapai suatu kebenaran dengan menggunakan argumentasi bolak-balik di antara pandangan-pandangan yang saling bertentangan. Contohnya, Heraclitus berkata bahwa segala sesuatu berubah secara konstan, namun Parmenides berkata bahwa segala sesuatu tidak pernah berubah. Plato kemudian berkata ada beberapa hal yang berubah dan ada beberapa lainnya yang tidak berubah.

Pandangan Hegel terhadap proses dialektis ini, yaitu adanya siklus yang melibatkan tesis (pandangan seseorang), antitesis (oposisi dari tesis), dan sintesis (titik tengah dari tesis dan antitesis). Setelah ketiganya lengkap, sintesis yang sebelumnya terbentuk akan menjadi tesis baru pada siklus selanjutnya. Proses ini akan selalu berlanjut dengan sendirinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkembangan Awal dalam Fisiologi dan Tumbuhnya Psikologi Eksperimen

  Fisiologi sendiri merupakan cabang ilmu yang berfokus pada fungsi-fungsi bagian tubuh manusia. Namun pada awal perkembangannya, fisiologi ini lebih berfokus pada sensasi dan persepsi, serta kaitannya dengan sistem saraf dan alat indera. Ini bermula dari perbedaan catatan tentang waktu perlintasan suatu bintang antara milik Nevil Maskelyne dan milik asistennya -David Kinnebrook. Lalu sekitar 20 tahun setelahnya, Friedrich Bessel (1784-1846) -seorang astronom Jerman menyadari bahwa kesalahan ini bukan terjadi akibat ketidakcakapan dalam mengukur, melainkan karena adanya perbedaan yang tidak disengaja antara para pengamat. Inilah yang kemudian disebut sebagai discrepancy.   Discrepancy between Objective and Subjective Reality                 Sebelumnya, discrepancy ini secara tidak langsung sudah dibahas oleh Galileo dan Locke melalui teori mereka mengenai primary and secondary qualities. Kemudia...

Perspektif Biologi

            Sistem saraf adalah suatu susunan kompleks sel-sel yang membawa informasi ke dan dari seluruh bagian tubuh. Cabang ilmu yang mempelajari sistem saraf ini adalah neurosains. Sedangkan psikologi biologis atau neurosains behavior merupakan cabang neurosains yang lebih fokus pada dasar-dasar biologis dalam proses-proses psikologis, tingkah laku, dan pembelajaran. A. Neuron dan Saraf             Neuron adalah sel khusus yang ada pada sistem saraf yang bertugas untuk menerima dan mengirimkan sinyal. Neuron memiliki beberapa bagian, yaitu: 1)       Badan sel ( soma cell ) yang berfungsi untuk mempertahankan keberlangsungan sel dan neuron (Cicarelli & White, 2017). Badan sel tersusun atas: a)       Satu nukleus tunggal, nukleolus yang menonjol dan organel lain, seperti badan golgi dan mitokondria. b)  ...

Psikologi Gestalt dan Kognitif

 Gestalt Psychology Antecedents of Gestalt Psychology Psikologi Gestalt (Jerman: ‘keseluruhan’) lahir hampir bersamaan dengan kemunculan behaviorisme. Psikologi Gestalt ini menolak program eksperimen Wundt yang melakukan pencarian tentang elemen-elemen kesadaran. Berbeda dengan para behavioris yang berfokus menyerang studi tentang kesadaran asosiasi metode introspeksi, psikologi Gestalt lebih berfokus pada elementisme Wundt. Menurut mereka, kesadaran tidak dapat direduksi ke dalam elemen-elemen tanpa mengurangi makna asli dari pengalaman kesadaran. Bagi mereka, investigasi mengenai pengalaman kesadaran melalui metode introspeksi adalah bagian esensial dari psikologi, namun tipe pengalaman kesadaran yang diinvestigasi oleh Wundt dan para struktualis U.S. adalah tiruan. Mereka yakin bahwa apapun yang kita alami/rasakan tidak hanya pada potongan-potongan tertentu saja, melainkan pada konfigurasi yang utuh dan penuh makna. Kita bukan melihat potongan-potongan warna, melainkan kita meli...